Rabu, 03 Juni 2009

GAJAH DALAM SEJARAH ACEH

Hewan Gajah di dunia banyak terdapat di Asia dan Afrika . Hewan ini sangat besar bisa mencapai ukuran 3 sampai 5 meter dengan berat bisa mencapai 2 ton dan usianya bisa mencapai 150 hingga 200 tahun. Hewan gajah di beberapa masyarakat Asia Tenggara dianggap binatang yang memiliki keramat contohnya pada masyarakat Thailand hingga kini selain gajah disimbolkan sebagai lambang Negara, gajah-gajah juga dipelihara bukan sekedar sebagai atraksi pariwisata tetapi pemelihara gajah juga bentuk pengabdian kepada pencipta.

Apa kaitan antara hewan gajah dengan sejarah Aceh bahkan Kodam Iskandar Muda hingga saat ini menggunakan lambang gajah Putih. Diantara hewan-hewan yang sering disebut sebagai peliharaan kerajaan, gajah adalah hewan yang melegenda di kerajaan-kerajaan yang pernah ada di Aceh. Berikut kutipan tentang gajah yang pernah ada dalam sejarah Aceh :

Menurut catatan ahli sejarah purbakala dipermulaaan tahun Masehi ahli geografi dari bangsa Griek dan Rome dalam lawatannya mengunjungi daerah-daerah India Belakang hingga sampai ke kepulauan nusantara. Ketika mereka sampai ke daerah Ujung Sumatera disana didapati sebuah kerajaan yyang teratur, dimana rajanya mengendarai gajah dan memakai mahkota yang besar di kepalanya yang dibuat dari pada emas dan perhiasan batu permata. Mereka menamai kerajaan itu dengan nama Tabrobane.

Dalam tahun 500 Masehi, pernah didapati oleh pengembara-pengambara asing yang pernah mengunjungi ujung utara Pulau Sumatera disana didapati sebuah kerajaan yang bernama Poli rakyatnya beragama Budha rajanya mengendarai gajah. Raja itu dari dinasti Liang.

Dalam kitab Rahlah Abu Ishak Al Makarany disebut dalam tahun 540 H. = 1146 M. Di daerah Peureulak telah terdapat sebuah kerajaan Islam Sultan yang memerintah bernama dan bergelar Sultan Machdoem Johan Berdaulat Malik Mahmud Syah. Kelebihan dan kemegahan Sultan ini antara lain Baginda mengendari Gajah yang berhias emas yang berwarna warni Sultan ini memerintah dalam tahun 527-552 H = 1134-1158 M.

Dalam tahun 665 H. = 1265 M. Marcopolo pernah datang ke negeri Samudera (Pase) dalam masa pemerintahan Sultan Malikus Saleh (Meurah Siloo) dimana didapati Sultan Malikusaleh selain mempunyai tentara berkuda yang banyak juga baginda mempunyai kenderaan gajah. Dalam tahun 744 H = 1345 M. seorang pengembara Arab yang bernama Ibnu Batuttah mengunjungi kerajaan Samudera Pase dalam masa pemerintahan Sultan Ahmad Malikul Dhahir bin Sultan Muhammad Malikul Dhahir bin Sultan Malikus Saleh Meurah Siloo, yang memerintah dalam tahun 725-750 H. = 1326-1350 M. Ibnu Batutah menulis dalam bukunya yang bernama Rahlah Ibnu Batutah tentang kedatangannya ke negeri Samudera /Pase sambutan dari kerajaan begitu meriah terhadap tamau kerajaan masjid dan para ulamamnya begitu agung Diantara kebesaran dari kerajaan Samudera adalah ia memiliki 2000 laskar berkuda yang pakaian penunggangnya serba emas dan perak juga didapati 300 tentara gajah yang lengkap dengan perhiasan dan persenjataannya. Ibnu Batutah bemukim di negeri Samudera dan dapat menyaksikan bermacam-macam upacara kerajaan. Beliau menegaskan yang dapat menyerupai kerajaan Samudera /Pase adalah kerajaan Delhi (India).

,,Slaan wij met Valentijn, een blik op het Koningkrijk van Atsjeh, gelijk hij het noemt, dan moet de Beheerscher dc grootste Vorst van geheel Soematra geweest zijn, wiens titels, onder anderen, dus luidden : ,,Een Koning, die bezit dan getanden olifant, den rooden, den gekleurden, den zwarten, den witten, den gespikkelden olifant ; een Koning wien God-almagtig schenk kleeding voor de olifanten, met goud en edelgesteenten versierd, benevens een groot aantal strijdolifanten, met ijzeren huizen op hunnen rug, wier tanden met ijzeren scheden overtrokken, en die met operen schoenen gewapen zijn". ( Artinja : ,,Pandangan kami bersama-sama dengan tuan Valentijn, selayang pandang pada Kerajaan Aceh, sesuai dengan apayjang disebutnya, maka sebenarnyalah, bahwa yang berkuasa itu adalah ,,Maharaja jang terbesar di seluruh Sumatra, yang gelarannya antara lain, berbunyi sebagai berikut: “ Seorang Raja, yang mempunyai gajah yang bergading, yang berwarna, yang mewah, yang hitam, yang putih dan yang belang ; Seorang Raja yang kepadaya dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Kuasa memberi pakaian gajah-hajah itu dengan perhiasan emas dan batu permata (ratna mutu-manikam), juga sejumlah besar dari gajah peperangan, dengan kereta kencana di atas punggungnya, yang gading-gadingnja bersalutkan besi dan diberi sepatu tembaga. [1]
Selanjutnya Valentijn menyebut dalam bukunja tentang tinjauannya terhadap Kerajaan Aceh antara lain : Sultan Aceh mempunyai 40-50 ribu angkatan perang yang dapat dikerahkan ke medan perang dengan 2-3 ribu pucuk meriam yang dapat dibawa bersama, serta lengkap dengan mesiu dan peluru pelurunya. Juga Sultan Aceh (keradjaan Aceh), benar mempunyai 1000 ekor gajah yang dapat dipergunakan dalam peperangan, dan 200 kapal perang yang telah diturunkan ke air yang lengkap dipersenjatai de­ngan meriam-meriam dan alat perang lainnja.[2]


JENIS GAJAH DI ACEH

Di India jenis gajah dibagi kepada 3 jenis yang dinamai : KOEMIRA, DEWASALA dan MIERGA, maka di Aceh dalam gajah-gajah itu dibagi atas 4 jenis yang dinamai :
1. GAJAH MOENDAM
yaitu gajah yang badannya besar panjang, punggungnya ti­dak bungkuk, bentuk tubuhnya cantik, bagian depan dan ekornya sama tinggi. Daun telinganya tidak begitu lebar dan, lembut. Pandangan matanya lembut dan jinak. Jenis gajah ini cepat jinak, mudah diajar dan patuh, akan ajaran. Tahan lapar, ti­dak mudah berontak. Setia dan membela kawan, pekerjaannya sangat teratur dan tidak merusak. Tinja dan air seninya berwaktu dan tetap(tidak berserak-serak) tidak mau menabrak pagar dan dinding walaupun dipaksa, senantiasa mencari jalan yang biasa dilalui dan dicarinya pintu walaupun berkeliling jalannya. Suka kepada bunyi-bunyian dan perhiasan. Gajah ini sering dipergunakan dalam upacara kebesaran dari pasukan pengiring raja-raja.
2. GAJAH BUGAM
yaitu sebangsa gajah yang badannya tinggi besar dan pendek badannya, punggungnya bungkuk.

3. GAJAH SIAWANG
yaitu gajah yang badannya kecil dan pendek, bulunja kemerahan. Gajah ini liar, sukar diajar, malas dan suka berontak. Sangat rakus dan merusakkan tanaman. kedua macam gajah ini (gajah Bugam dan gajah Siawang), kebanyakan dipergunakan untuk gajah peperangan dan dalam pekerjaan yang kasar.
4. GAJAH KENG
yaitu sebangsa gajah yang depannya lebih tinggi dari ekornya, daun telinganya kaku dan lebar melewati kepalanya, bulunja kemerah-merahan. Gajah ini tidak suka berkawan, sangat liar dan amat jahat perangainya. Gajah ini tidak dapat dipergunakan dimana-mana.
Dalam masyarakat Aceh, ada kata-kata yang tertentu untuk menyebut gajah ; Pomeurah, Pobeuransah, Teukoe-rajeuk, dan Tanoh-manjang.

[1] Dr. W.A., Het gezantschap van den Sultan van Achin hlm. 19,20,21. Ulasan ini juga dapat dibaca dalam tulisan M. Junus Djamil, Gajah Putih Iskandar Muda, diterbitkan oleh Lembaga Kebudajaan Atjheh, Kutaraja 1958. hlm. 59-61.
[2] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar